Minggu, 12 Januari 2014

ASKEP KLIEN PEMAKAIAN KATETER CVP

ASKEP KLIEN DENGAN PEMAKAIAN KATETER CVP

I.                    Pengertian
Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di atrium kanan atau vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. Tekanan vena central dibedakan dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan hanya tekanan lokal.

II.                 Lokasi Pemantauan
·         Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)
·         Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan
·         Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis
·         Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di atas vena kava superior

III.               Indikasi Pemasangan
·         Pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan yang banyak yang dapat menimbulkan syok.
·         Pasien dengan tindakan pembedahan yang besar seperti open heart, trepanasi.
·         Pasien dengan kelainan ginjal (ARF, oliguria).
·         Pasien dengan gagal jantung.
·         Pasien terpasang nutrisi parenteral (dextrosa 20% aminofusin).
·         Pasien yang diberikan tranfusi darah dalam jumlah yang besar (transfusi masif).

IV.               Komplikasi
Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP al :
·         Perdarahan.
·         Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis).
·         Pneumothorak, hematothorak, hidrothorak.
·         Pericardial effusion.
·         Aritmia
·         Infeksi.
·         Perubahan posisi jalur.



V.                 Pengkajian
Yang perlu dikaji pada pasien yang terpasang CVP adalah tanda-tanda komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan alat.
·         Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman
·         Frekuensi napas, suara napas
·         Tanda kemerahan / pus pada lokasi punksi
·         Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter
·         Kesesuaian posisi jalur infus set
·         Tanda-tanda vital, perfusi
·         Tekanan CVP
·         Intake dan out put

·         ECG Monitor

DIAGNOSA DAN INTERVENSI OBSTRUKSI USUS

A.   DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1.   Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis.

Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a.     Tanda vital normal
b.    Masukan dan haluaran seimbang
Intervensi :
c.     Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok
d.    Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
e.     Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi
f.      Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar
g.     Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam
h.    Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam
i.      Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam
j.      Pantau elektrolit, Hb dan Ht
k.    Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
l.      Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat.

m.  Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah absorpsi.

n.    Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan.

o.    Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus.

p.    Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan.

q.    Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat.

r.     Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi


2.   Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan

Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi :
a.     Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut.
b.    Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri
c.     Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin
d.    Berikan periode istirahat terencana.
e.     Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.
f.      Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit.
g.     Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan.
h.    Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.
3.   Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.
Tujuan : pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil : pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan perlahan.
Intervensi :
a.     Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan cepat”
b.    Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.
c.     Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif
d.    Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam.
e.     Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.

4.    Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
Tujuan : ansietas teratasi
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.
Intervensi :
a.     Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu.
b.    Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan.
c.     Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis.
d.    Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.
e.     Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.



DAFTAR PUSTAKA

1.             Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001
2.             Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
3.             Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998
4.             Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
5.             Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001


PENGKAJIAN BSTRUKSI USUS

A.   PENGKAJIAN

1.   Umum :

Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis.

2.   Khusus :

a.     Usus halus

q  Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi
q  Distensi ringan
q  Mual
q  Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal
q  Dehidrasi

b.    Usus besar

q  Ketidaknyamana abdominal ringan
q  Distensi berat
q  Muntah fekal laten

q  Dehidrasi laten : asidosis jarang

PENATALAKSANAAN MEDIS DAN BEDAH OBSTRUKSI USUS

A.   PENATALAKSANAAN MEDIS/BEDAH

1.      Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :

2.      Terapi Na+, K+, komponen darah

3.      Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial

4.      Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler

5.      Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.

6.      Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.

7.      Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi.

8.      Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.

9.      Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.


10.  Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.

PEMERIKSAAN PENUNJANG OBSTRUKSI USUS

A.   PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.    Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus

2.    Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup.

3.    Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.


4.    Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.

MANIFESTASI KLINIK OBSTRUKSI USUS

A.   MANIFESTASI KLINIK

1.    Mekanika sederhana – usus halus atas

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.

2.    Mekanika sederhana – usus halus bawah

Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal.

3.    Mekanika sederhana – kolon

Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.

4.    Obstruksi mekanik parsial

Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.

5.    Strangulasi

Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.