Sabtu, 28 Desember 2013

KRITERIA CPRS TIPE 1

Kriteria diagnostik untuk CPRS tipe I (Merskey & Bogduk 1994) antara lain.
  1. Adanya  kejadian yang merusak atau penyebab imobilisasi
  2. Nyeri terus menerus, allodynia atau hiperalgesia di mana nyeri yang muncul tidak sesuai dengan penyebabnya.
  1. Bukti adanya  edema  pada  waktu tertentu, perubahan aliran darah pada  kulit atau kelainan aktifitas  sudomotor pada region yang terasa nyeri.
  2. harus ditemukan keadaan di mana tidak ada kondisi lain yang diduga menjadi penyebab  beberapa  derajat nyeri dan disfungsi yang semestinya terjadi.
Kriteria 2 sampai 4 sudah dapat menentukan diagnosis.
Kriteria diagnosis untuk CRPS tipe II, antara lain:
1.          Adanya rasa nyeri terus menerus, allodynia, atau hiperagesia setelah cedera  saraf, tidak hanya terbatas  pada daerah saraf yang terkena (cedera).
2.          Adanya bukti edema pada waktu tertentu, perubahan aliran darah pada kulit atau adanya  kelainan aktifitas  sudomotor pada  region nyeri.
3.          harus ditemukan keadaan di mana tidak ada kondisi lain yang diduga menjadi penyebab nyeri dan disfungsi yang semestinya terjadi.
Bila 3 kriteria  tersebut terpenuhi, maka diagnosis dapat ditegakkan.
Saat ada bukti atau dugaan  keterlibatan simpatis, terapi agresif  termasuk blokade saraf simpatis, harus segera dilakukan. Sayangnya, hasil yang dicapai kurang memuaskan dan pada beberapa  kasus masih sulit dikendalikan, melihat setiap terapi hanya  berdasarkan  coba-coba. Kemungkinan  peranan terbesar blok adalah untuk mengurangi nyeri dan menfasilitasi fisioterapi (Charlton 1990). Penyembuhan menjadi lambat begitu terjadi perubahan distrofik dan berbagai kondisi dapat terjadi menyusul peningkatan nyeri dan disabilitas yang tidak dapat pulih. Blok anestetik lokal tampaknya lebih baik dari terapi konservatif dalam sebuah penelitian tanpa  kontrol terhadap pasien-pasien RSD (Wang dkk 1985) Blok simpatis dan somatik ekstremitas atas secara terus menerus dapat dilakukan dengan menggunakan infus yang diberikan melalui kateter pleksus brachialis. Teknik ini telah digunakan dalam perawatan RSD dan setelah bedah mikrovaskuler rekonstruktif (Manriques & Pallares 1978).
Tidak diragukan lagi, terkadang pasien dengan nyeri neuropatik atau CRPS merasakan manfaat blok simpatis, namun  pengidentifikasian pasien-pasien ini amat sulit dan banyak pertanyaan mengenai patologinya yang harus dijawab. Belum ada pedoman jelas mengenai indikasi untuk teknik-teknik dan frekuensi optimal yang berbeda, interval dan durasi terapinya masih belum ditegakkan.
Indikasi lainnya

Sebagai tambahan terhadap kondisi-kondisi tersebut diatas, penulis lain telah  menyarankan  blok simpatis antara lain : blok ganglion stellata untuk “Bell’s Palsy” , toksisitas kinin, oklusi arteri retina dan tipe-tipe tertentu dari kehilangan pendengaran akut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar