Sabtu, 14 Desember 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan Umum tentang TB Paru
1.      Defenisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). (achmadi, 2005).
TB paru timbul berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui system peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.(Achmadi, 2005).
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Secara klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman TB yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4 - 6 minggu. Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat. (Depkes RI,2006).
Menurut Achmdi (2005), ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persisten” atau “dormant”, sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita TB dalam beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi abses (terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat timbul radang paru hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan bersifat sangat menular. Masa inkubasi sekitar 6 bulan. Infeksi paska primer terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer. Ciri khas TB paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Seseorang yang terinfeksi kuman TB belum tentu sakit atau tidak menularkan kuman TB. Proses selanjutnya ditentukan oleh berbagai faktor risiko. Kemungkinan untuk terinfeksi TB, tergantung pada :
a.       Kepadatan droplet nuclei yang infeksius per volume udara
b.      Lamanya kontak dengan droplet nuklei tersebut
c.       Kedekatan dengan penderita TB
Risiko terinfeksi TB sebagian besar adalah faktor risiko external, terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat & kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit TB, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yg disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan immunosupresan dan lain sebagainya. Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi. Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:
a.      Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b.     Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
c.      Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosi (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d.     Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
e.      Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
f.      Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu perawatan di rumah sakit.
2.      Tanda dan gejala klinis TB paru
Depkes RI (2002) dalam buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis mengemukakan bahwa gejala TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami batuk dan berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau pernah batuk darah. Adapun gejala-gejala lain dari TB pada orang dewasa adalah sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Pada anak-anak gejala TB terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala khusus.
a.       Gejala umum, meliputi :
1)      Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.
2)      Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.
3)      Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
4)      Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada. Jika anda menemui pasien mengeluh : Sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan Maka minta yang bersangkutan untuk melakukan pemeriksaan ke rumah sakit, Puskesmas atau Dokter Praktek Swasta. Sebaiknya jangan memberikan obat, misalnya obat sesak, obat demam, obat penambah nafsu makan dan lain sebagainya.
5)      Gejala   dari   saluran   cerna,   misalnya   diare   berulang   yang   tidak   sembuh   dengan   pengobatan   diare,   benjolan   ( massa )   di   abdomen,   dan   tanda  -  tanda   cairan   dalam   abdomen.
b.      Gejala  khusus,  sesuai  dengan  bagian   tubuh  yang  diserang, misalnya :
1)      TB kulit atau skrofuloderma
2)      TB tulang dan sendi, meliputi:
a)      Tulang punggung (spondilitis); gibbus.
b)      Tulang  panggul  ( koksitis ) :  pincang,  pembengkakan  di  pinggul.
c)      Tulang lutut: pincang dan atau bengkak
3)      TB otak dan saraf meningitis dengan gejala kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.
4)      Gejala mata
a)      Conjunctivitis phlyctenularis
b)      Tuburkel   koroid   ( hanya   terlihat   dengan   funduskopi )  seorang   anak   juga   patut    dicurigai   menderita  TB  apabila :
1)       Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA positif.
2)       Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG  (dalam 3-7 hari).
3.    Diagnosis
Diagnosis   TB  paru   pada   orang   dewasa   yakni   dengan   pemeriksaan   sputum   atau   dahak   secara   mikroskopis.   Hasil   pemeriksaan   dinyatakan    positif   apabila   sedikitnya   2   dari   3   spesimen   SPS    BTA   hasilnya   positif.   Apabila   hanya   1   spesimen   yang   positif   maka   perlu   dilanjutkan   dengan   rontgen   dada   atau   pemeriksaan   SPS   diulang.(Depkes RI,2002).
Pada  orang  dewasa,   uji   tuberkulin   tidak   mempunyai    arti    dalam   diagnosis,  hal  ini  disebabkan  suatu  uji    tuberkulin   positif  hanya    menunjukkan   bahwa  yang  bersangkutan  pernah  terpapar  dengan   Mycobacterium    tubeculosis.   Selain    itu,    hasil    uji    tuberkulin    dapat    negatif   meskipun   orang  tersebut   menderita   TB.  Misalnya   pada    penderita     HIV  (Human   Immunodeficiency  Virus),  malnutrisi  berat,  TB  milier  dan    morbili.  Sementara  diagnosis  TB  ekstra   paru,  tergantung  pada  organ  yang    terkena.  Misalnya   nyeri  dada  terdapat  pada  TB   pleura  (pleuritis),    pembesaran   kelenjar    limfe  superfisialis  pada  limfadenitis  TB  dan    pembengkakan    tulang   belakang   pada  Sponsdilitis    TB.   Seorang   penderita    TB    ekstra    paru    kemungkinan    besar    juga   menderita   TB   paru,   oleh   karena   itu  perlu  dilakukan  pemeriksaan  dahak  dan  foto  rontgen  dada.  Secara  umum  diagnosis  TB   paru  pada  anak  didasarkan  pada:
a.       Gambaran klinik,  meliputi  gejala  umum  dan  gejala  khusus  pada anak.
b.      Gambaran foto rontgen dada
c.       Gejala-gejala yang timbul adalah:
1)      Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
2)      Milier
3)      Atelektasis/kolaps konsolidasi
4)      Konsolidasi (lobus)
5)      Reaksi pleura dan atau efusi pleura
6)      Kalsifikasi
7)      Bronkiektasis
8)      Kavitas
9)      Destroyed lung
d.      Uji tuberculin
Uji   ini   dilakukan   dengan    cara   Mantoux   (penyuntikan   dengan   cara   intra   kutan).   Bila   uji  tuberkulin  positif,  menunjukkan  adanya   infeksi   TB   dan   kemungkinan   ada   TB   aktif   pada   anak.   Namun,    uji   tuberkulin   dapat   negatif   pada   anak   TB   berat   dengan  anergi  (malnutrisi,  penyakit  sangat  berat,  pemberian  imunosupresif,  dan  lain - lain).
e.       Reaksi cepat BCG
Bila  dalam  penyuntikan  BCG  terjadi  reaksi  cepat  (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
f.       Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis lansung pada anak biasanya dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis.
g.      Respons terhadap pengobatan dengan OAT.
Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis, akan menunjang atau memperkuat diagnosis TB.(Depkes RI, 2002)
B.     Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakatnya. Disamping itu dalam konteks ini pendidikan kesehatan juga memberikan pengertian-pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat dan sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
1.      Proses Adopsi Perilaku
Dari  pengalaman  dan  penelitian  terbukti  bahwa  perilaku  yang  didasari  oleh   pengetahuan   akan   lebih  langgeng  daripada  perilaku  yang  tidak  didasari  oleh  pengetahuan.  Penelitian  Rogers  dalam  Notoatmodjo  (2003),  mengungkapkan  bahwa  sebelum  orang  mengadopsi  perilaku  baru,  di  dalam  diri  orang  tersebut  terjadi  proses  yang  berurutan,  yakni :
a.       Awareness   (kesadaran),   yakni   orang   tersebut   menyadari   dalam   arti   mengetahui   stimulus   (objek)   terlebih   dahulu.
b.      Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
c.       Evaluation  (menimbang – nimbang)   baik  dan  tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d.      Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e.       Adoption,   subjek    telah    berperilaku    baru    sesuai     dengan  pengetahuan,  kesadaran  dan  sikapnya  terhadap stimulus.
Berdasarkan penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa    perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila   penerimaan   perilaku  baru  atau    adopsi   perilaku   melalui   proses  seperti  ini   didasari   oleh    pengetahuan,   kesadaran  dan  sikap  yang  positif,  maka   perilaku  tersebut  akan  bersifat  langgeng   (long  lasting).  Sebaliknya  apabila    perilaku   itu  tidak  didasari  oleh  pengetahuan      dan  kesadaran,  maka  tidak   akan  berlangsung    lama (Notoatmodjo, 2003)
2.      Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif
Menurut Notoatmodjo (2005),  mengatakan  pengukuran  pengetahuan  dapat dilakukan dengan wawancara atau angket  yang  menanyakan  tentang  isi  materi  yang   ingin  diukur   dari  subjek  penelitian  atau   responden.   Kedalaman  pengetahuan yang  ingin  diketahui  atau  diukur  dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
a.    Tahu (know)
Tahu  diartikan    hanya    sebagian   recall   (memanggil)   memori  yang  telah  ada  sebelumnya  setelah  mengamati  sesuatu.
b.    Memahami (comprehensive)
Memahami  suatu  objek  bukan  sekedar  tahu  terhadap  objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c.    Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d.   Analisa (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen - komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
e.    Sintesis (synthesis)
Sintesis   menunjukkan   suatu   kemampuan    seseorang    untuk    merangkum    atau   meletakkan   dalam   satu   hubungan   yang  logis   dari   komponen – komponen   pengetahuan  yang  dimiliki.
f.     Evaluasi (evaluation)
Evaluasi  berkaitan  dengan  kemampuan  seseorang  untuk   melakukan   justifikasi   atau   penilaian  terhadap  suatu  materi  atau  objek  tertentu.

C.    Tinjauan Umum Tentang Konsep Perilaku

1.    Pengertian Perilaku
          Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
          Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
          Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
a.    Perilaku tertutup (convert behavior)
         Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b.    Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
       2.    Klasifikasi Perilaku Kesehatan
              Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
a.    Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
b.    Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
c.    Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.
3.    Domain Perilaku
          Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :
a.         Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
         Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :
1) Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.
2)  Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
3)  Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran.
b.    Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
         1) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
         2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
         3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
c.    Praktik atau tindakan (practice)
Suatu   sikap   belum   otomatis   terwujud  dalam  suatu  tindakan  (overt behavior).  Untuk  mewujudkan   sikap   menjadi   suatu   perbuatan   yang   nyata   diperlukan   faktor   pendukung   atau   suatu   kondisi   yang   memungkinkan,   antara   lain   adalah   fasilitas   dan   faktor   dukungan   (support )  praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
               1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2) Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.
3) Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.
4) Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
1) Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2) Tertarik (interest)
     Dimana orang mulai tertarik pada stimulus
3) Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Mencoba (trial)
     Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5) Menerima (Adoption)
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
4.    Asumsi Determinan Perilaku
Menurut Spranger membagi kepribadian manusia menjadi 6 macam nilai kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang dominan pada diri orang tersebut. Secara rinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah pengalaman, keyakinan, sarana/fasilitas, sosial budaya dan sebagainya.
  Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap faktor penentu yang dapat mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain :
  a.    Teori Lawrence Green (1980)
Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
         1)  Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
         2) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
         3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
  b.    Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari :
1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior itention).
         2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
         3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accesebility of information).
         4)  Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy).
         5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
  c.    Teori WHO (1984)
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah :
         1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek kesehatan).
              a) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
              b)  Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
              c)  Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
         2)  Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
         3)  Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
                     4)  Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia (Notoatmodjo, 2003).
D.    Dasar Variabel Yang diteliti
1.      Pengetahuan
Pengetahuan atau aspek kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Sifat dasar manusia adalah keingintahuan tentang suatu dorongan untuk memenuhi keingintahuan manusia tersebut menyebabkan seseorang melakukan upaya pencaharian selama proses interaksi dengan lingkungannya menghasilkan suatu pengetahuan bagi orang tersebut. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Ketika seseorang mengetahui tentang hal negatif dari suatu hal tentu ia akan berusaha menghindarinya.
2.      Perilaku
Kejadian suatu penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta kompoen lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Pengetahuan masyarakat khususnya keluarga tentang segi negatif dari penyakit TB Paru akan menyebabkan masyarakat atau keluarga menentukan sikap untuk berprilaku yang sehat untuk menghindari penyakit TB Paru.
3.      TB Paru
TB Paru merupakan penyakit yang sangat menular dan menjadi masalah kesehatan yang cukup besar di Indonesia. Karena merupakan penyakit yang erat kaitannya dengan perilaku, maka kejadian dan penularan penyakit TB Paru sangat sulit diberantas karena membutuhkan kesadaran dan perhatian yang serius dari masyarakat. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai hubungan pengetahuan dan perilaku keluarga dengan kejadian TB Paru. Hal ini dimaksudkan untuk mencari solusi yang tepat dalam penanganan TB Paru terutama dalam memberdayakan keluarga secara aktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar