BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan
Umum tentang TB Paru
1. Defenisi
Tuberkulosis adalah penyakit
menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang
sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Mycobacterium tuberculosis termasuk
basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek
lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium
tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini
mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini
dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai
Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai
beberapa tahun). (achmadi, 2005).
TB paru timbul berdasarkan kemampuannya untuk
memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit. Sumber penularan adalah penderita
TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi
penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan
tidur. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui system
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya.(Achmadi, 2005).
Daya penularan dari seorang
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut. Secara klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska
primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama
kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli
(gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman TB yang
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi
hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4 - 6 minggu. Kelanjutan
infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon daya tahan
tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi kuman
dengan jaringan pengikat. (Depkes RI,2006).
Menurut Achmdi (2005), ada beberapa
kuman yang menetap sebagai “persisten”
atau “dormant”, sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan
perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita TB
dalam beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi abses
(terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas berbunyi.
Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat timbul radang paru
hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan bersifat sangat menular. Masa inkubasi
sekitar 6 bulan. Infeksi paska primer terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
setelah infeksi primer. Ciri khas TB paska primer adalah kerusakan paru yang
luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Seseorang yang terinfeksi
kuman TB belum tentu sakit atau tidak menularkan kuman TB. Proses selanjutnya
ditentukan oleh berbagai faktor risiko. Kemungkinan untuk terinfeksi TB,
tergantung pada :
a. Kepadatan
droplet nuclei yang infeksius per volume udara
b. Lamanya
kontak dengan droplet nuklei tersebut
c. Kedekatan
dengan penderita TB
Risiko terinfeksi TB sebagian besar
adalah faktor risiko external, terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah
tak sehat, pemukiman padat & kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit TB,
sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yg
disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti
kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan immunosupresan dan lain
sebagainya. Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi.
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:
a.
Hemoptisis berat
(pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan kematian karena syok
hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b.
Kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial
c.
Bronkietaksis
(pelebaran bronkus setempat) dan fibrosi (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
d.
Pneumotorak (adanya
udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan
paru.
e.
Penyebaran infeksi ke
organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
f.
Insufisiensi Kardio
Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). Penderita yang mengalami komplikasi
berat perlu perawatan di rumah sakit.
2.
Tanda dan gejala
klinis TB paru
Depkes RI (2002) dalam buku Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis mengemukakan bahwa gejala TB pada orang
dewasa umumnya penderita mengalami batuk dan berdahak terus-menerus selama 3
minggu atau lebih, batuk darah atau pernah batuk darah. Adapun gejala-gejala
lain dari TB pada orang dewasa adalah sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah,
nafsu makan dan berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Pada anak-anak gejala
TB terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala khusus.
a.
Gejala umum, meliputi :
1)
Berat badan turun
selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1
bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.
2)
Demam lama atau
berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran
nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.
3)
Pembesaran kelenjar
limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di daerah leher, ketiak dan
lipatan paha.
4)
Gejala dari saluran
nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari
batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada. Jika anda menemui pasien mengeluh
: Sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam
meriang lebih dari sebulan Maka
minta yang bersangkutan untuk melakukan pemeriksaan ke rumah sakit, Puskesmas
atau Dokter Praktek Swasta. Sebaiknya jangan memberikan obat, misalnya obat
sesak, obat demam, obat penambah nafsu makan dan lain sebagainya.
5)
Gejala dari saluran
cerna, misalnya diare berulang yang tidak
sembuh dengan pengobatan diare, benjolan ( massa ) di abdomen,
dan tanda - tanda cairan dalam abdomen.
b.
Gejala khusus, sesuai dengan
bagian tubuh yang
diserang, misalnya :
1)
TB kulit atau
skrofuloderma
2)
TB tulang dan sendi,
meliputi:
a)
Tulang punggung
(spondilitis); gibbus.
b)
Tulang panggul ( koksitis ) : pincang, pembengkakan di pinggul.
c)
Tulang lutut: pincang
dan atau bengkak
3) TB
otak dan saraf meningitis dengan gejala kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran
menurun.
4) Gejala
mata
a) Conjunctivitis
phlyctenularis
b) Tuburkel
koroid ( hanya terlihat dengan funduskopi ) seorang anak juga
patut dicurigai menderita TB apabila
:
1) Mempunyai
sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA positif.
2) Terdapat
reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG (dalam 3-7 hari).
3. Diagnosis
Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau dahak secara mikroskopis.
Hasil
pemeriksaan
dinyatakan
positif
apabila
sedikitnya
2
dari
3
spesimen
SPS
BTA
hasilnya
positif.
Apabila
hanya
1
spesimen
yang
positif
maka
perlu
dilanjutkan
dengan
rontgen
dada
atau
pemeriksaan
SPS
diulang.(Depkes
RI,2002).
Pada orang dewasa,
uji
tuberkulin
tidak
mempunyai
arti dalam diagnosis,
hal ini disebabkan
suatu uji tuberkulin
positif hanya menunjukkan
bahwa yang bersangkutan
pernah terpapar dengan Mycobacterium tubeculosis. Selain itu, hasil uji tuberkulin
dapat negatif
meskipun
orang
tersebut menderita TB. Misalnya
pada
penderita HIV (Human Immunodeficiency
Virus), malnutrisi berat, TB
milier dan morbili.
Sementara diagnosis TB ekstra
paru,
tergantung pada organ
yang terkena. Misalnya nyeri dada
terdapat pada TB
pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis
TB dan pembengkakan
tulang belakang pada Sponsdilitis
TB. Seorang penderita TB ekstra
paru
kemungkinan
besar
juga
menderita TB paru,
oleh karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan dahak dan
foto rontgen dada. Secara umum
diagnosis TB paru
pada anak didasarkan
pada:
a. Gambaran
klinik, meliputi gejala umum
dan gejala khusus
pada anak.
b. Gambaran
foto rontgen dada
c. Gejala-gejala
yang timbul adalah:
1) Infiltrat
dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
2) Milier
3) Atelektasis/kolaps
konsolidasi
4) Konsolidasi
(lobus)
5) Reaksi
pleura dan atau efusi pleura
6) Kalsifikasi
7) Bronkiektasis
8) Kavitas
9) Destroyed
lung
d. Uji
tuberculin
Uji ini dilakukan dengan cara Mantoux
(penyuntikan
dengan
cara
intra
kutan).
Bila
uji
tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan
ada
TB
aktif
pada
anak.
Namun,
uji tuberkulin dapat negatif
pada
anak
TB
berat
dengan
anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat,
pemberian imunosupresif, dan lain
- lain).
e. Reaksi
cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi
reaksi cepat (dalam
3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut telah
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
f. Pemeriksaan
mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis lansung pada anak
biasanya dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak.
Pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP, Mycodot dan
lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam
klinis praktis.
g. Respons
terhadap pengobatan dengan OAT.
Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat
perbaikan klinis, akan menunjang atau memperkuat diagnosis TB.(Depkes RI, 2002)
B.
Tinjauan
Umum Tentang Pengetahuan.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni indera
penglihatan, pendengaran penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pendidikan kesehatan ditujukan
untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri,
keluarganya maupun masyarakatnya. Disamping itu dalam konteks ini pendidikan
kesehatan juga memberikan pengertian-pengertian tentang tradisi, kepercayaan
masyarakat dan sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan
kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
1. Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman
dan penelitian terbukti bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan.
Penelitian Rogers dalam
Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru, di
dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni :
a. Awareness (kesadaran), yakni
orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih
dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
c. Evaluation (menimbang – nimbang) baik dan
tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial,
orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subjek telah
berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
Berdasarkan penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu
melewati tahap-tahap di atas. Apabila
penerimaan perilaku baru
atau adopsi perilaku
melalui proses seperti
ini didasari
oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif,
maka perilaku
tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting). Sebaliknya
apabila perilaku itu
tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran,
maka tidak akan berlangsung
lama (Notoatmodjo, 2003)
2. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif
Menurut Notoatmodjo (2005), mengatakan pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang
ingin
diukur dari subjek penelitian
atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui
atau diukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagian recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehensive)
Memahami suatu objek bukan
sekedar tahu terhadap
objek tersebut, tidak sekedar dapat
menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut
pada situasi yang lain.
d. Analisa (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen - komponen yang terdapat
dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu
kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakkan
dalam satu hubungan
yang logis dari
komponen – komponen
pengetahuan yang dimiliki.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi
atau objek tertentu.
C. Tinjauan Umum Tentang Konsep Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas
antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip
oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini
disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
Dilihat dari bentuk respon
terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo,
2003) :
a. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert).
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati
atau dilihat oleh orang lain.
2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku
kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisme)
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim
pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini,
perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
a. Perilaku
pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha
seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha
untuk penyembuhan bilamana sakit.
b. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem
atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health
seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan
seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
c. Perilaku
kesehatan lingkungan
Adalah
apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya, dan sebagainya.
3. Domain Perilaku
Menurut
Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu didalam 3 domain
(ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang
jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan
pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku
tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah
affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain).
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan
pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :
a.
Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang :
1) Faktor Internal : faktor dari
dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.
2) Faktor Eksternal : faktor dari luar diri,
misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
3) Faktor pendekatan belajar : faktor upaya
belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran.
b. Sikap
(attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport
(1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1) Kepercayaan
(keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) Kecenderungan
untuk bertindak (tend to behave)
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :
1) Menerima (receiving)
Menerima
diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(obyek).
2) Merespon
(responding)
Memberikan
jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan
adalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai
(valuing)
Mengajak
orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu
indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung
jawab (responsible)
Bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan
sikap yang paling tinggi.
c. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu
tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan
sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan,
antara lain adalah
fasilitas dan faktor
dukungan (support ) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
1)
Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat
pertama.
2) Respon
terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator
praktik tingkat kedua.
3) Mekanisme (mecanism)
Apabila
seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat
tiga.
4) Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau
tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran
perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan
yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall).
Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan responden. Menurut penelitian Rogers (1974) seperti
dikutip Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
1) Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek)
2) Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus
3) Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang
terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti
sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba
perilaku baru.
5) Menerima (Adoption)
Dimana
subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
4. Asumsi Determinan Perilaku
Menurut
Spranger membagi kepribadian manusia menjadi 6 macam nilai kebudayaan.
Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang dominan pada
diri orang tersebut. Secara rinci perilaku manusia sebenarnya merupakan
refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak,
minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian realitasnya
sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor
lain diantaranya adalah pengalaman, keyakinan, sarana/fasilitas, sosial budaya
dan sebagainya.
Beberapa
teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap faktor penentu yang dapat
mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan,
antara lain :
a. Teori
Lawrence Green (1980)
Green
mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa
kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior
causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Faktor
perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1) Faktor
predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2) Faktor
pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
3) Faktor
pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
b. Teori
Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba
menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi
dari :
1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan
dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior itention).
2) Dukungan
sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
3) Adanya
atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accesebility
of information).
4) Otonomi
pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal
autonomy).
5) Situasi
yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
c. Teori
WHO (1984)
WHO
menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah :
1) Pemikiran
dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek
kesehatan).
a) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri
atau pengalaman orang lain.
b) Kepercayaan
sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima
kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c) Sikap
menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering
diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap
positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam
suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan
mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh
suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
2) Tokoh
penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang
ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
3) Sumber-sumber
daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan
sebagainya.
4) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan
sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way
of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk
dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai
dengan peradapan umat manusia (Notoatmodjo, 2003).
D.
Dasar Variabel Yang diteliti
1. Pengetahuan
Pengetahuan
atau aspek kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Sifat dasar manusia adalah keingintahuan tentang suatu
dorongan untuk memenuhi keingintahuan manusia tersebut menyebabkan seseorang
melakukan upaya pencaharian selama proses interaksi dengan lingkungannya
menghasilkan suatu pengetahuan bagi orang tersebut. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Ketika seseorang mengetahui tentang
hal negatif dari suatu hal tentu ia akan berusaha menghindarinya.
2. Perilaku
Kejadian
suatu penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan
perilakunya serta kompoen lingkungan yang memiliki potensi penyakit.
Pengetahuan masyarakat khususnya keluarga tentang segi negatif dari penyakit TB
Paru akan menyebabkan masyarakat atau keluarga menentukan sikap untuk
berprilaku yang sehat untuk menghindari penyakit TB Paru.
3. TB
Paru
TB
Paru merupakan penyakit yang sangat menular dan menjadi masalah kesehatan yang
cukup besar di Indonesia. Karena merupakan penyakit yang erat kaitannya dengan
perilaku, maka kejadian dan penularan penyakit TB Paru sangat sulit diberantas
karena membutuhkan kesadaran dan perhatian yang serius dari masyarakat. Pada
penelitian ini akan dibahas mengenai hubungan pengetahuan dan perilaku keluarga
dengan kejadian TB Paru. Hal ini dimaksudkan untuk mencari solusi yang tepat
dalam penanganan TB Paru terutama dalam memberdayakan keluarga secara aktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar