PENDAHULUAN
Diperkirakan bahwa di
Indonesia 1-3 % dari jumlah penduduk menderita retardasi mental. Dapat
dibayangkan besarnya jumlah penduduk yang terbelakang ini. Sikap terhadap
penderita-penderita ini mencerminkan sikap sosial umum suatu masyarakat atau
kebudayaan tertentu.(1)
Retardasi mental boleh
dipandang sebagai masalah kedokteran, psikologik, atau pendidikan akan tetapi
pada analisa terakhir merupakan suatu masalah sosial, karena pencegahan,
pengobatan terutama perawatan serta pendidikan penderita-penderita ini hanya
dapat dilakukan dengan baik melalui usaha-usaha kemasyarakatan.(1)
Sudah banyak sekolah
untuk anak-anak dengan retardasi mental didirikan di negara kita, baik
pemerintah maupun swasta, akan tetapi penanganan masalah ini secara menyeluruh
belum ada.(1)
Keadaan finansial yang
terbatas, kekhawatiran akan masa depan, stigma dan permasalahan lain turut
menambah kompleks masalah yang dihadapi penyandang tunagrahita (retardasi
mental) dan keluarganya(2)
Peran perawat sangat
diperlukan dalam usaha penanganan masalah anak tunagrahita dan keluarganya
terutama melalui kegiatan preventif dan promosi kesehatan dan juga asuhan
keperawatan langsung pada anak retardasi mental (2)
A. KONSEP MEDIS
1.
PENGERTIAN
Retardasi mental
ialah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak
masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan (seperti juga pada demensia), tetapi gejala utama yang menonjol
ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.(1)
Retardasi mental
merujuk pada fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang terjadi bersamaan
dengan prilaku adaptif yang defisit dan dimanifestasikan selama masa
perkembangan. Masa perkembangan yang berlangsung sampai kurang lebih usia 18
tahun.(2)
Retardasi mental menurut PPDG III adalah
1.
Fungsi intelektual umum di
bawah rata-rata yang cukup bermakna yaitu IQ < 70
2.
Juga diakibatkan atau
berhubungan dengan kekurangan atau hendaya dalam perilaku adaptif
3.
Timbul sebelum usia 18 tahun
(3)
Retardasi mental adalah suatu gangguan
yang heterogen yang terdiri dari fungsi intelektual yang di bawah rata-rata dan
gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18
tahun (4)
2.PEMBAGIAN RETARDASI MENTAL
MENURUT PPDGJ III YAITU
1. Retardasi mental ringan IQ 50-70
2. Retardasi mental sedang IQ 35-49
3. Retardasi mental berat IQ 20-34
4. Retardasi mental sangat berat IQ < 20
Retardasi mental ringan
Retardasi mental ringan
mungkin tidak terdiagnosis sampai anak yang terkena memasuki sekolah, karena keterampilan
sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun prasekolah. Tetapi,
saat anak menjadi lebih besar, defisit kognitif tertentu seperti kemampuan yang
buruk untuk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan dirinya
dari anak lain dalam usianya. Walaupun orang teretardasi ringan mampu dalam fungsi akademik pada tingkat
pendidikan dasar dan keterampilan kejuruannya adalah memadai untuk membantu
dirinya sendiri dalam beberapa kasus, asimilasi sosial mungkin sulit. Defisit
komunikasi, harga diri yang buruk dan ketergantungan mungkin berperan dalam
relatif tidak adanya spontanitas sosialnya. Beberapa orang teretardasi ringan
mungkin masuk ke dalam hubungan dengan teman sebaya yang mempergunakan
kelemahannya. Pada sebagian besar kasus, orang dengan retardasi mental ringan
dapat mencapai suatu tingkat keberhasilan sosial dan kejuruan dalam lingkungan
yang mendukung.(4)
Retardasi mental sedang
Retardasi mental sedang
mungkin didiagnosa pada usia yang lebih
mudah dibanding retardasi mental ringan karena keteramplan komunikasi
berkembnag lebih lambat pada orang teretardasi sedang dan isolasi sosial
dirinya mungkin dimulai pada tahun-tahun usia sekolah dasar. Walaupun
pencapaian akademik biasanya terbatas pada pertengahan tingkat dasar, anak yang
teretardasi sedang mendapatkan keuntungan dari perhatian individual yang
dipusatkan untuk mengembangkan keterampilan menolong diri sendiri. Anak-anak
dengan retardasi mental sedang menyadari kekurangannya dan seringkali merasa
diasingkan oleh teman sebayanya dan merasa frustasi karena keterbatasannya.
Mereka terus membutuhkan pengawasan yang cukup tetapi dapat menjadi kompeten
dalam pekerjaan yang dilakukan dalam kondisi yang mendukung.(4)
Retardasi mental berat
Retardasi mental berat
biasanya jelas pada tahun-tahun prasekolah, karena bicara anak yang terkena
terbatas dan perkembangan motoriknya adalah buruk. Suatu perkembangan bahasa
dapat terjadi pada tahun-tahun usia sekolah; pada masa remaja, jika bahasa
adalah buruk, bentuk kominikasi nonverbal dapat berkembang. Kemampuan untuk
mengartikulasikan dengan lengkap kebutuhannya dapat mendorong cara fisik
berkomunikasi. Pendekatan perilaku dapat membantu mendorong suatu tingkat
perawatan diri sendiri, walaupun orang dengan retardasi mental berat biasanya
memerlukan pengawasan yang luas.(4)
Retardasi mental sangat
berat
Anak-anak dengan
retardasi mental sangat berat memerlukan pengawasan yang terus menerus dan dan
sangat terbatas dalam keterampilan komunikasi dan motoriknya. Pada masa dewasa,
dapat terjadi suatu perkembanagan bicara, dan keterampilan menolong diri
sendiri yang sederhana dapat dicapai. Walaupun pada masa dewasa, perawatan
adalah diperlukan.(4)
4.
ETIOLOGI RETARDASI MENTAL
Etiologi retardasi mental dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu
penyebab prenatal, perinatal dan postnatal
PENYEBAB RETARDASI MENTAL
PRENATAL
|
PERINATAL
|
POSTNATAL
|
Abnormalitas kromosom
Hydrocephalus congenital
Gangguan endokrin
Radiasi dosis tinggi
Malnutrisi
Infeksi maternal
Gangguan metabolic
Neural tube defects
Hiperbiliribinemia berat
|
Asphyxia
Hypoxia ischemic
Infeksi
Prematur
|
Perdarahan intraventrikuler
Kernicterus
Malnutrisi
Meningitis
Kejang neonatal
Kebutuhan emosional yang terabaikan
|
Pengaruh prenatal terhadap perkembangan embrio mulai sejak masa
menentukan yaitu pada saat ibu belum menyadari bahwa ia hamil. Faktor genetic
dan lingkungan pada umumnya menjadi penyebab prenatal utama terjadinya
retardasi mental. Penyebab perinatal dan postnatal yang utama adalah
encephalopati sebagai akibat dari luka pada fetus yang menyebabkan abnormalitas
neurologik yang selanjutnya menimbulkan masalah perkembangan. Penyebab lain
seperti hypoxia pada saat persalinan dan herpes simplex encephalitis juga dapat
menimbulkan kerusakan sistem saraf karena sistem saraf pusat sangat mudah
terinfeksi pada awal kehidupan.
5.
Pecegahan dan pengobatan
1. Pencegahan primer
·
Dengan pendidikan kesehatan
pada masyarakat, perbaikan keadaan sosial ekonomi, gizi dan konseling genetic
·
Tindakan kedokteran seperti
perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik dan kehamilan
pada wanita yang terlalu mudah atau pada usia lebih 40 tahun sedapat mungkin
dibatasi
2.
PENCEGAHAN SEKUNDER
Indakan craniotomi : membuka sutura rengkorak yang menutup terlalu
cepat
Diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural
Diagnosis dini dan penanganan dini pada bayi yang mengalami
fenilketonuria
3.
PENCEGAHAN TERSIER
·
Mengadakan latihan dan
pendidikan khusus bagi penderita RM dan sebaiknya di SLB
·
Pemberian neuroleptik pada
penderita yang gelisah, hiperaktif atau destruktif dan pada anak-anak yang
hiperkinese
·
Pemberian anti depressant pada
anak-anak yang mengalami depresi serta melaukan problem solving
·
Memberi obat-obatan yang
membantu metabolisme pada sel-sel otak, walaupun hasilnya tidak segera nampak
KONSEP KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Perawat dalam tiap tatanan dan bidang kerjanya sangat berperan dalam
melakukan pengkajian keperawatan pada anak-anak dengan tunagrahita. Pengkajian
keperawatan meliputi aspek fisik, psikologis dan sosial, yang terutama dapat
dilakukan pada saat kunjungan rumah atau kunjungan kesehatan sekolah. Sehingga
data baik dari orang tua anak maupun guru sangat berguna untuk perencanaan
keperawatan selanjutnya.
Hal-hal yang perlu dikaji meliputi : Riwayat kesehatan, riwayat
penyakit sebelumnya, perkembangan personal dan sosial, perkembangan kognitif,
keterampilan bahasa, perkembangan motorik dan sensorik, dan lingkungan tempat
anak tinggal dan belajar.
Riwayat kesehatan : perawat perlu mengumpulkan data dari orang tua anak
mengenai keluhan dan perilaku anak di rumah.
Masalah fisik seperti alergi, nafsu makan, masalah eliminasi,
penyakit infeksi yang baru diderita, dan masalah pernapasan bagian atas, serta
penyakit yang biasa dialami anak juga perlu diproleh dari orang tua.
Riwayat penyakit sebelumnya : meliputi riwayat operasi dan
pengobatan, kebiasaan anak (bicara, emosi, tiks dan riwayat perkembangan dan
pendidikan). Sangat penting untuk mengetahui usia anak pada tiap tahap
perkembangan : kapan anak mulai berjalan, berbicara, makan dan berpakaian
sendiri. Begitu pula informasi mengenai masalah prenatal dan perinatal ibu
perlu dikaji. jika memungkinkan catatan kesehatan bayi ketika baru lahir perlu
diketahui. Menurut Capute 89 % anak-anak didiagnosa sebagai tunagrahita pada
usia sekolah
Riwayat perkembangan personal dan sosial
Gejala yang terlihat pada anak tunagrahita melalui ketidakmatangan
perilaku sosialnya, dimana mereka lebih suka bermain dengan anak yang lebih
kecil. Anak-anak tunagrahita mungkin tidak berbicara dan melakukan sesuatu
sesuai dengan tingkat usia mereka. Mungkin berperilaku “acting out” atau
sebaliknya menarik diri dari anak-anak lain. Pada umumnya mereka memiliki
konsep diri yang rendah dan mudah frustasi serta menangis.
Perkembangan kognitif
Anak-anak yang bermasalah dalam belajar, tidak mampu mentransfer
hal-hal yang telah dipelajarinya dari satu situasi ke situasi lainnya. Mereka
belajar bahwa langit berwarna biru, tetapi tidak dapat mengenal rumah atau
mobil yang berwarna biru. Anak-anak tunagrahita juga tidak dapat berfikir
secara abstrak, seperti kematian, surga, dan Tuhan. Begitu pula mereka tidak
dapat membandingkan obyek yang besar dan kecil tanpa melihat obyek secara
langsung. Daya konsentrasi mereka terbatas, tidak mampu mengingat sesuai dengan
baik dan bermasalah untuk mengenal hal-hal baru.
Keterampilan berbahasa
Anak-anak tunagrahita pada umumnya tidak berketerampilan menggunakan
bahasa dengan baik. Mereka biasanya mengalami kesulitan mengkomunikasikan
sesuatu sehingga sulit dimengerti dan umumnya mereka mungkin tidak mampu untuk
mengingat instruksi atau perintah verbal secara berurutan.
Perkembangan motorik dan
sensorik
Perkembangan motorik mungkin terbatas, sehingga anak mudah jatuh.
Jika melakukan kegiatan yang memerlukan keterampilan motorik, perhatiannya
mungkin teralih pada hal lain dan mereka tidak mampu mengikuti pengarahan
berkaitan dengan kegiatan motorik. Anak tersebut tidak mau melakukan kegiatan
baru tetapi hanya melakukan hal yang sama berulangkali. Anak tunagrahita tidak
seaktif anak lain dan hanya sering duduk sendirian. Kadang-kadang mereka
melakukan gerakan-gerakan yang sama berulang-ulang seperti membenturkan
kepalanya, menggerak-gerakkan tangannya dan mengayun tubuhnya ke depan dan ke
belakang.
Dalam hal perkembangan sensorik, perlu dikaji kemungkinan anak
mengalami gangguan pengelihatan dan pendengaran. Perawat dapat melihat apakah
anak tidak mampu membedakan antara dua obyek, seperti jeruk yang sebenarnya
dengan gambar jeruk atau membedakan dua uang logam, membedakan suara seperti
bunyi bel dan bunyi klakson mobil. Lebih parah lagi anak tunagrahita seringkali
tidak biasa mengatakan darimana asal suara. Hal ini sangat membahayakan
keamanan anak.
Anak dengan tunagrahita berat, sangat mudah dikenal. Masalah yang
dihadapi anak lebih berat seperti keterbatasan menelan makanan, mengisap
hipotoni, keterampilan makan seringkali diikuti dengan kejang-kejang.
Lingkungan tempat tinggal
dan belajar
Sangat penting untuk dikaji
oleh perawat hal-hal sebagai berikut
(1). Perlengkapan : tempat tidur, kursi, toilet, lemari pakaian.
Apakah tingginya dapat dicapai oleh anak ? Apakah anak terlindungi dari
kemungkinan celaka ?
(2). Perlengkapan bermain : apakah anak mempunyai mainan yang sesuai
? Apakan mainan tersebut menstimulus anak untuk bermain? Apakah ada tempat
bermain yang leluasa ?
(3). Orang-orang yang berarti bagi anak : Apakah ada orang dekat
yang mendukung perkembangan anak ? Apakah anak diberi kesempatan untuk memilih
dan belajar mandiri ? Apakah anak disiplin ? Apakah ada orang yang dapat
mengajarkan keterampilan melakukan kegiatan sehari-hari ?
PERENCANAAN
Perencanaan keperawatan bagi anak tunagrahita bersifat individual.
Selain sebagai manusia, anak tunagrahita juga merupakan bagian dari kelompok
atau pasien di Rumah sakit. Tujuan keperawatan yang utama adalah pencegahan
penyakit dan pengembalian fungsi dan kesehatan anak. Di manapun tatanan asuhan
keperawatan yang diberikan pada anak tunagrahita, rencana keperawatan harus
berdasarkan informasi sebagai berikut :
1.
Latar belakang informasi :
informasi dikumpulkan melalui pengkajian keperawatan, riwayat kesehatan,
riwayat keluarga dan catatan medis.
2.
Kebutuhan anak : informasi
mengenai kebutuhan anak sangat tergantung pada hasil pengkajian termasuk
kemampuan berbahasa dan area sensorik, perkembangan prilaku dan sosial dan
kemampuan intelektual serta keterbatasan fisik.
3.
Tujuan keperawatan : Tujuan
keperawatan direncanakan bersama orang tua, tenaga kesehatan lain, guru dan
anak (jika memungkinkan). Perencanaan keperawatan yang berkisar pada keterampilan
motorik, keterampilan menolong diri sendiri, keterampilan berbahasa dan
berkomunikasi, keterampilan kognitif, keterampilan sosial merupakan hal yang
sangat penting untuk berhasil mencapai tiap tujuan keperawatan.
4.
Batu loncatan : Anak dengan tunagrahita
sangat lamban dalam mempelajari sesuatu dan memerlukan dorongan terus menerus.
Serangkaian kegiatan yang sesuai dengan tingkat kognitif dan motorik harus
dimulai sedini mungkin. Pelajaran yang sama dapat direncanakan dengan
menggunakan kegiatan yang berbeda.
5.
Rujukan keperawatan : Seringkali ketika sedang memberikan asuhan
keperawatan pada anak tunagrahita, berdasarkan hasil pengkajiannya perawat
mungkin merencanakan rujukan pada profesi lain.
Rencanakan asuhan keperawatan yang digunakan di rumah sakit dapat
digunakan pada perencanaan asuhan keperawatan pada tatanan pelayanan kesehatan
lainnya. Rencana asuhan keperawatan dapat membantu jika anak dirawat di rumah
sakit lagi dan dipakai sebagai alat mengajar tenaga kesehatan lainnya. Rencana
asuhan keperawatan mendokumentasi asuhan keperawatan individual yang diberikan
dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan anak tunagrahita. Begitu pula rencana
asuhan memungkinkan tenaga kesehatan lain melihat perawat sebagai bagian dari
tim kesehatan dan pendidikan bagi anak tunagrahita
IMPLEMENTASI
Anak tunagrahita memerlukan lingkungan yang terstruktur sehingga
dapat belajar dan berperilaku lebih baik jika mereka mengetahui dengan pasti
apa yang diharapkan dari mereka. Anak perlu dipisahkan dari lingkungan yang terlalu
banyak stimulasi atau gangguan. Mereka
perlu tempat di ruang sekolah, rumah atau tempat lain di mana anak merasa
memiliki. Pengalaman anak bahwa ia dapat menyelesaikan tugas sangat penting
untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. Anak ini cukup peka untuk mengetahui
orang yang dengan tulus menginginkan keberhasilan mereka. Mereka berespon
terhadap sentuhan, kontak mata dan pujian. Instruksi yang sederana dan bertahap
membantu proses belajar anak. Demonstrasi keterampilan dilakukan secara
perlahan dan berulang-ulang. Sering kali perawat perlu menuntun tangan anak
dalam menyelesaikan tugasnya. Memberikan penghargaan berupa pujian atau pelukan
sangat membantu anak untuk mencoba melakukan kegiatan dengan lebih
sungguh-sungguh.
Semua anak belajar dengan menggunakan indera sentuhan, pendengaran
dan pengelihatan. Mereka perlu diajarkan tentang tugas dan konsep dengan
berbagai cara kemudian diberi kesempatan untuk mempraktekkannya.
EVALUASI
Evaluasi terhadap hasil asuhan keperawatan untuk meningkatkan
kemampuan anak dilakukan dengan membandingkan data dasar tentang tingkat
perkembangan dan keadaan kesehatan anak dengan tujuan keperawatan yang dicapai.
KESIMPULAN
Diagnosa retardasi mental tidak hanya didasarkan pada intelegensi
yang rendah, tetapi juga ditentukan oleh kapasitas individu berdaptasi dengan
lingkungannya Penentuan diagnosa bahwa seorang anak mengalami tunagrahita,
biasanya baru bisa dipastikan pada usia sekolah. Oleh karena itu perawat yang
menyelenggarakan usaha kesehatan sekolah sangat tepat untuk berinisiatif
merujuk anak kepada tenaga spesialis dari tim kesehatan berdasarkan hasil
pengkajian. Asuhan keperawatan bagi tunagrahita dan keluarga merupakan fungsi
perawat yang berlangsung terus menerus.
Sebagaimana diketahui, Tunagrahita dapat disebabkan oleh berbagai
sebab, oleh karena itu perawat turut menentukan dalam usaha pencegahan
tunagrahita di tiap tatanan pelayanan kesehatan. Begitu pula intervensi
keperawatan harus memperhatikan masalah dan kebutuhan anak tunagrahita secara
utuh dan unik, tidak saja memperhatikan aspek fisik anak tetapi juga aspek
psikososial dan budaya serta dampak keberadaan anak pada keluarganya, begitu
pula pengaruh respon orang tua terhadap anak.
DAFTAR PUSTAKA
- Hamid. A.Y.S. (1995). Asuhan Keperawatan pada Klien Tunagrahita. Jakarta
- Fattah. N. M.A. (2002). Kumpulan Kuliah Psikiatri. Makassar. Program pendidikan Ners FK-UNHAS. h. 42,44
- Kaplan. I.H dan Sadock. J. B. (1997). Sinopsis Psikiatri. Edisi Ketujuh. Jilid dua. Jakarta. Binarupa aksara. h. 673, 691-692
Tidak ada komentar:
Posting Komentar