Kamis, 19 Desember 2013

KANKER KOLOREKTAL





Pendahuluan
Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal.  Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita ( Cancer Facts and Figures, 1991). Ini adalah penyakit budaya barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru  kanker kolorektal didiagnosis  di negara ini setiap tahunnya.
Insidensnya meningkat  sesuai dengan usia , kebanyakan pada pasien  yang berusia lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang ditemukan  di bawah usia  40 tahun, kecuali  pada orang dengan riwayat kolitis  ulseratif  atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada rectum lebih sering pada pria.
Distribusi  tempat kanker pada bagian – bagian kolon adalah sebagai berikut :
o   Asendens              :  25 %
o   Transversa             :  10 %
o   Desendens             :  15 %
o   Sigmoid                 :  20 %
o   Rectum                  :  30 %
Namun pada tahun – tahun terakhir, diketemukan adanya  pergeseran  mencolok pada distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal  telah menurun,  sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat.
            Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa  setiap tahunnya, kira – kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun  sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup  di bawah 5 tahun adalah 40 – 50 %, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan  adanya metastase.  Kebanyakan orang asimptomatis dalam jangka waktu yang lama dan mencari bantuan kesehatan  hanya bila mereka menemukan  perubahan pada kebiasaan  defekasi atau perdarahan rectal.
Etiologi
            Penyebab nyata  dari kanker kolorectal  belum diketahui secara pasti, namun   faktor resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
            Faktor predisposisi yang penting adalah adanya hubungan dengan kebiasaan makan, karena kanker kolorektal ( seperti juga divertikulosis ) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan  yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitive ( Afrika ) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt ( 1971 ) mengemukakan bahwa  diet rendah serat, tinggi karbohidarat refined  mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam – garam empedu atau hasil pemecahan protein & lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan  zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume  lebih kecil. Selain itu, massa transisi  feses meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
Patofisiologi
            Kanker kolon  dan rektum terutama  ( 95 % ) adenokarsinoma  ( muncul dari lapisan epitel usus ). Dimulai  sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat  terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).
             Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1.      Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
2.      Melalui  pembuluh limfe  ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
3.      Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal.
4.      Penyebaran secara transperitoneal
5.      Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus  dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.  Prognosis  relative baik bila  lesi terbatas pada  mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek  bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe. Dengan menggunakan metode Dukes, kanker kolorektal digolongkan  berdasarkan metastasenya :
Ø  Stadium  A            :  tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
Ø  Stadium  B            :  kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal   
                                       tanpa  keterlibatan nodus limfe.
Ø  Stadium  C            :  invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
Ø  Stadium  D            :  metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &
                                       tidak dapat dioperasi lagi.
Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan  oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
Kanker  kolon kanan, dimana  isi kolon berupa caiaran,  cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih  encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi  dengan tes Guaiak ( suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik ). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.  
Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada  alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah  evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi,  konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.



Pemeriksaan Diagnostik
            The  American Cancer Society merekomendasikan pemeriksaan rectal manual setiap tahun bagi orang dengan usia di atas 40 tahun, sample feses untuk menilai adanya darah setiap tahun setelah usia 50 tahun dan proktosigmoidoskopi  setiap 3 – 5 tahun setelah usia 50 tahun, yang mengikuti pemeriksaan dengan dua kali hasil negative setiap tahunnya. Rekomendasi ini adalah untuk orang – orang yang asimtomatik,  dan evaluasi lebih sering pada individu  yang diketahui mempunyai factor – factor resiko yang lebih tinggi. Sebanyak  60 % dari kasus kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi.
Penatalaksanaan  Medis
            Pembedahan merupakan  tindakan primer  pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat  kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik  dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat  keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan  untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C. pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
            Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur  pembedahan pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
·         Reseksi segmental dengan anastomosis
·         Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
·         Kolostomi sementara diikuti  dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari kolostomi
·         Kolostomi permanent atau ileostomi.
            Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kuarang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang  (stoma)  pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara  atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
            Pengobatan medis untuk kanker kolorektal  paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
            Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.










            ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KANKER KOLOREKTAL
Pengkajian 
            Riwayat  kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
o   Perasaan lelah
o   Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau defekasi )
o   Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
o   Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.
o   Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
o   Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
o   Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat penurunan BB.
            Pengkajian objekif meliputi :
·         Auskultasi abdomen terhadap bising usus
·         Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
·         Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah

Diagnosa Keperawatan
            Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah sebagai berikut :
v  Konstipasi  b/d  lesi obstruksi
v  Nyeri  b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
v  Keletihan b/d  anemia dan anoreksia
v  Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh  b/d mual dan anoreksia
v  Resiko kekurangan volume cairan  b/d  muntah dan dehidrasi
v  Ansietas  b/d  rencana pembedahan dan diagnosis kanker
v  Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah pulang
v  Kerusakan integritas kulit  b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
v  Gangguan citra rubuh  b/d  kolostomi.

Perencanaan & Implementasi
Tujuan
            Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi / penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi optimal; mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami  tentang diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah pulang; mempertahankan penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;  

Intervensi Keperawatan PraOperatif
1.      Mempertahankan  eliminasi
ü  Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
ü  Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
ü  Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk mejalani pembedahan.


2.      Menghilangkan Nyeri
ü  Analgesic  diberikan sesuai resep
ü  Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien
ü  Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan teknik relaksasi.
3.      Meningkatkan Toleransi Aktivitas       
ü  Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
ü  Ubah dan jadwalkan aktivitas  untuk memungkinkan  periode tirah baring yang adekuat dalam upaya untuk menurunkan  keletihn pasien.
ü  Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
ü  Apabila transfusi darah  diberikan, pedoman keamanan umum  dan kebijakan institusi mengenai tindakan pengamanan harus diikuti.
ü  Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.
4.      Memberikan Tindakan Nutrisional
ü  Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta   rendah residu diberikan pada pra op selama bberapa hari untuk memberikan nutrisi adekuat  dan meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
ü  Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.
ü  Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB  pada saat menerima nutrisi parenteral.
5.      Mempertahankan  Keseimbangan  Cairan & Elektrolit
ü  Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan
ü  Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
ü  Berikan antiemetik sesuai indikasi
ü  Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan mencegah distensi abdomen
ü  Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin  setiap jam. Haluaran kurang dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.    
ü  Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
ü  Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.
ü  Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta peningkatan berat jenis urine dilaporakan.
6.      Menurunkan Ansietas
ü  Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
ü  Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
ü  Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang  diajukan oleh pasien.
ü  Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
ü  Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat untuk berbicara dengan mereka.
ü  Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan perilaku empati.
ü  Jawab pertanyaan pasien dengan jujur dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.  
ü  Setiap informasi dari dokter harus dijelaskan, bila perlu. Kadang – kadang kecemasan   berkurang, bila pasien  mengetahui persiapan fisik  yang diperlukan selama periode pra op dan mengetahui kemungkinan post op. beberapa pasien akan lebih senang jika diperbolehkan untuk melihat hasil pemeriksaan, sementara yang lain memilih untuk tidak mengetahuinya.  
7.      Mencegah Infeksi
ü  Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan Neomisin  Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan  pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon dan melunakkan serta menurunkan bulk  dari isi kolon.
ü  Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.
8.      Pendidikan Pasien Pra Operatif
ü  Kaji tingkat kebutuhan pasien  tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat fungsi yang diinginkan  pasca op.
ü  Informasi yang diperlukan  pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan kolostomi, pembatasan diet, control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.

Intervensi Keperawatan Pasca Operatif
1.      Perawatan Luka
ü  Luka abdomen diperiksa dngan sering  dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema berlebihan ).
ü  Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
ü  Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen selama batuk dan napas dalam untuk  mengurangi tegangan pada  tepi insisi.
ü  Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
ü  Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ), warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah sedikit adalah normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
ü  Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
ü  Apabila malignansi telah diangkat dengan rute perineal, luka diobservasi dengan cermat untuk tanda hemoragik. Luka dapat mengandung drain atau tampon yang diangkat secara bertahap. Mungkin terdapat  jaringan yang terkelupas selama beberapa minggu. Proses ini juga dipercepat dengan irigasi mekanis luka atau rendam duduk yang dilakukan dua atau tiga kali sehari.
ü  Dokumentasikan  kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
2.      Citra Tubuh Positif
ü  Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
ü  Ajarkan pasien  mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
ü  Berikan lingkungan yang kondusif  bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.           

DAFTAR PUSTAKA


Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth  Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, 2002.

Gale, Danielle & Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta, 2000.

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses–Proses  Penyakit  Vol. 1, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995.

Yakub, Alfi Syahar,  Makalah Keganasan, Program Studi Ilmu Keperawatan, Makassar, 2003.
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar