Rabu, 18 Desember 2013

ASKEP STROKE



ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE
Elly Lilianty Sjattar
Staf Dosen Program Study Ners Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.
SUMMARY
The concept of nursing care for client with stroke has been discussed by many authors. But it is always interesting to discuss it as a reference for nurse working in the hospital and nurse student who want to practice in the hospital, the practice have to do make the nursing concept. Client with stroke requires a comprehensive nursing care. The purpose of nursing care is to meet the disturbed basic human need of the client and to prevent client from further complication caused by cerebral hypoxia.
RINGKASAN
Konsep asuhan keperawatan klien dengan stroke sudah banyak yang telah membahasnya. Namun tidak ada salahnya diulas kembali sebagai sumber bacaan bagi perawat di Rumah Sakit dan mahasiswa yang akan praktek di Rumah Sakit, agar praktik keperawatan yang dilaksanakan dapat berdasarkan ilmu keperawatan. Klien dengan stroke memerlukan pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif. Asuhan keperawatan terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar klien yang terganggu dan mencegah atau mengurangi komplikasi terutama hipoksia serebral.
PENDAHULUAN
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah hilangnya fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplay darah ke bagian otak.
Stroke adalah masalah neurologik primer di Amerika Serikat dan di Dunia, meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam beberapa tahun terakhir. Stroke merupakan penyebab kematian utama ke tiga di Amerika Serikat. Setiap tahun 500.000 orang Amerika mengalami stroke, 350.000 dari mereka hidup dengan kecatatan dalam berbagai tingkatan. (1)
PENYEBAB STROKE
1.      Trombosis
Trombotik stroke biasanya terkait dengan perkembangan arterosklerosis dari dinding pembuluh darah. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi intraserebral atau embolisme serebral. (2,3)
2.      Embolisme serebral
Emboli yang menyumbat dapat berupa serpihan-serpihan darah yang beku, tumor, lemak, bekteri atau udara. Emboli pada otak sering dihubungkan oleh penyakit jantung, karena bekuan-bekuan darah atau bakteri yang dilepaskan oleh dinding atau katup jantung dan akhirnya menyumbat sistem perdarahan otak. (2,3,4)
3.      Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplay darah ke otak) terjadi karena kontriksi arteroma pada arteri yang mensuplai darah ke otak. (2)



4.      Hemoragi serebral terbagi atas
a.          Hemoragi ekstradural yang merupakan kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meninges lain. (2,3)
b.      Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek, karena periode pembentukan hematoma lebih lama. (2,3)
c.          Hemoragi subarachnoid dapat terjadi akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneuresma pada area sirkulus willis dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak. (2,3)
d.      Hemoragi intraserebral merupakan perdarahan di substansi dalam otak, paling sering dijumpai pada pasien dengan hipertensi dan arterosklerosis serebral. (2,3)







Gambar 1-1, Hemoragi serebral (A) hematoma epidural, perdarahan diantara tengkorak bagian dalam dan dura, menekan bagian bawah otak, (B) hematoma subdural perdarahan diantara duramater dan membren arachnoid, (C) Hemoragi intraserebral perdarahan dalam otak atau jaringan dengan perubahan posisi struktur sekitar.
FAKTOR RISIKO STROKE
*      Hipertensi, kolesterol tinggi dan obesitas.
*      Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongesif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khusus fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif dapat menyebabkan embolisme serebral.
*      Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral
*      Diabetes dikaitkan dengan aterogenesis terakselerasi
*      Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok dan kadar esterogen tinggi).
*      Merokok, penyalahgunaan obat (khususnya kokain) dan konsumsi alkohol. (2,4,5,7,8)
Perdarahan arteri atau oklusi
 
MEKANISME TERJADINYA EDEMA DAN AKHIRNYA KEMATIAN JARINGAN ATAU SEL-SEL OTAK PADA STROKE (4,5,6,7,8,9)
 




           
 






Perdarahan arteri atau oklusi
 
PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA (4,5,6,7,8,9)


 





Penimbunan asam laktat
 
Kerusakan sel neuron
 
           
 















PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Scan tomografi komputer bermanfaat untuk membandingkan lesi serebrovaskular, dan lesi non vaskuler, misalnya hemoragi subdural, abses otak, tumor atau hemoragi intraserebral dapat dilihat pada CT scan. (2,4,5,7,8,9,11)
Angiografi digunakan untuk membedakan lesi serebrovaskuler dengan lesi non vaskuler. Penting untuk diketahui apakah terdapat hemoragi karena informasi ini dapat membantu dokter memutuskan dibutuhkan pemberian antikoagulan atau tidak. (2,4,5,8,11)
Pencintraan resonan magnetik (MRI) dapat juga membantu dalam membandingkan diagnosa stroke. (2,11)
Pemeriksaan ultrasonografi atau doppler yang merupakan prosedur non invasif, sangat membantu dalam mendiagnosa sumbatan arteri karotis. (2,3,11)
Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia, yang dapat menyebabkan stroke, dimana ditemukannya inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta perpanjangan QT. (2,3,4,5,11)
DEFISIT NEUROLOGI PADA STROKE DAN MANIFESTASI KLINIS (4,5,6,8,9,11)
Defisit Neurologik
Manifestasi Klinik
Defisit Lapang Penglihatan
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Kehilangan penglihatan perifer
Diplopia
Defisit Motorik
Hemiparesis atau hemiplegia


Ataksia

Disartria
Disfagia
Defisit Sensori
Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi)
Defisit Verbal
Afasia ekspresif


Afasia reseptif

Afasia global

Defisit Kognitif

Defisit Emosional

·         Tidak menyadari orang atau objek.
·         Mengabaikan salah satu sisi tubuh
·         Kesulitan menilai jarak
·         Kesulitan melihat pada malam hari
·         Penglihatan ganda

·         Kelemahan atau paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
·         Berjalan tidak mantap, tegak
·         Tidak mampu menyatukan kaki.
·         Kesulitan dalam membentuk kata
·         Kesulitan dalam menelan

·         Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
·         Kesulitan dalam propriosepsi

·         Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami.
·         Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
·         Kombinasi baik afasia ekspresif dan reseptif
·         Kehilangan memori jangka pendek dan panjang, kurang mampu berkonsentrasi.
·         Labilitas emosional
·         Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi
·         Menarik diri, perasaan isolasi
·         Rasa takut, bermusuhan dan marah
PERBANDINGAN STROKE HEMISFER KIRI DAN KANAN (4,5,6,8,9,11)
Stroke hemisfer kiri
Stroke hemisfer kanan
Ø  Paralisis pada tubuh kanan
Ø  Defek lapang pandang kanan
Ø  Afasia (ekspresif, reseptif atau global)
Ø  Perubahan kemampuan intelektual
Ø  Perilaku lambat dan kewaspadaan
Ø  Paralisis pada sisi kiri tubuh
Ø  Defek lapang pandang kiri
Ø  Defisit persepsi-khusus
Ø  Peningkatan distraktibilitas
Ø  Perilaku impulsif dan penilaian buruk

KOMPLIKASI
1.      Hipoksia serebral
Fungsi otak tergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirim ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan. (2,4,5,9)
2.      Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral, hipertensi atau hipotensi eksterm perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. (2,4,5,7,8)
PENGOBATAN
Penggunaan vasodilator dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan aliran darah otak dengan menurunkan tekanan darah sistemik dan menurunkan aliran darah anastomosis intra serebral. (3)
Antikoagulasi dapat diberikan melalui intavena dan oral, namun pemberiannya harus dipantau secara terus menerus untuk mencegah overdosis obat sehingga mengakibatkan meningkatnya resiko perdarahan intra serebral. (4,5)
Jika klien mengalami sakit kepala dan nyeri pada leher biasanya diberikan obat analgesic ringan, sejenis codein dan acetaminophen. Sering dihindari pemberian obat narkotik yang kuat, karena dapat menenangkan klien dan menyebabkan pengkajian tidak akurat. (4,5)
Jika klien mengalami kejang, berikan obat phenytoin (dilantin) atau phenobarbaital. Hindari pemberian obat jenis barbiturate dan sedative lainnya. Jika klien demam berikan obat antipiretik. (4,5)
DIET
Klien dengan gangguan serebrovaskular beresiko tinggi terhadap aspirasi, sumbatan jalan nafas dan muntah, sehingga tidak diberikan makanan melalui oral pada 24-48 jam pertama. (4,5,7)
Jika klien tidak dapat makan atau minum setelah 48 jam, maka alternative pemberian makanan dengan menggunakan selang makanan. (4,5)
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE
A.    PENGKAJIAN KLIEN
1.      Aktifitas atau istirahat
Gejala : Kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, paralisis (hemiplegia), mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot).
Tanda: Gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik dan terjadi kelemahan umum. Gangguan penglihatan dan gangguan tingkat kesadaran. (10,11,12)
2.      Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda: Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme, Nadi dengan frekwensi yang bervariasi, disritmia, perubahan EKG. (10,11,12)
3.      Integritas ego dan interaksi sosial
Gejala : Perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu untuk berkomunikasi
Tanda: Emosi labil, sedih dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri. (11)
4.      Eliminasi
Gejala : Inkontinensia urin, anuria, bising usus negatif (ileus paralitik). (10,11,12)
5.      Makanan dan cairan
Gejala : Nafsu makan hilang, mual dan muntah selama fase akut, kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia. (10,11,12)
6.      Neurosensori, nyeri dan kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, pusing, kelemahan, kelumpuhan, gangguan penglihatan, gangguan pengecapan dan penciuman.
Tanda: Tingkat kesadaran menurun, gangguan fungsi kognitif, paralisis, afasia. (10,11)
7.      Pernafasan
Gejala : Merokok (faktor resiko).
Tanda: Ketidak mampuan menelan, sumbatan jalan nafas, ronkhi (aspirasi sekret)
8.      Keamanan
Tanda: Kesulitan untuk melihat objek, tidak mampu untuk mengenal objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik, gangguan regulasi suhu tubuh, kurang kesadaran diri dan kesulitan menelan. (10,11,12)
B.     PRIORITAS KEPERAWATAN (10,11,12)
  1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
  2. Mencegah atau meminimalkan komplikasi.
  3. Memandirikan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
  4. Memberikan dukungan terhadap proses koping.
  5. Memberikan informasi tentang proses penyakit dan tindakan atau rehabilitasi.
C.    DIAGNOSA KEPERAWATAN (10,11,12)
  1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan oklusi, hemoragi, edema serebral.
Kriteria evaluasi: Tingkat kesadaran, fungsi kognitif, motorik atau sensorik membaik, tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan tekanan intra kranial.
Intervensi atau tindakan.
a.       Pantau dan catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normal atau standar.
Rasional: Mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan tekanan intrakranial dan mengetahui luas dan lokasi kerusakan susunan saraf pusat.  
b.      Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya hipertensi atau hipotensi, auskultasi adanya mur-mur, hiperventilasi, cheyne-stokes.
Rasional: Hipotensi dapat terjadi karena syok, bradikardi terjadi karena adanya kerusakan otak, nafas yang tidak teratur merupakan gambaran dari peningkatan tekanan intrakranial (karena edema).
c.       Catat ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya
Rasional: Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor dan berguna untuk menentukan apakah batang otak tersebut masih baik.
d.      Catat perubahan penglihatan (kebutaan, gangguan lapang pandang).
Rasional: gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena.
e.       Kaji fungsi bicara jika pasien sadar.
Rasional: perubahan dalam isi kognotif dan bicara merupakan indikator dari lokasi atau derajat gangguan serebral.
f.       Letakkan kepala dengan  posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
Rasional: Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi atau perfusi serebral.
g.      Pertahankan tirah baring (istirahat), batasi pengunjung,
Rasional: Stimulasi yang kontinyu dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
h.      Hindari terjadinya mengedan saat defekasi dan batuk terus-menerus.
Rasional: Valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
i.        Kolaborasi: berikan oksigen sesuai indikasi, obat sesuai indikasi (antikoagulasi, antifibrolitik, antihipertensi, vesodilatasi perifer, steroid, fenitoin, pelunak feses), persiapan untuk pembedahan, pemeriksaan laboratorium.
Rasional: Pemberian oksigen berfungsi untuk menurunkan hipoksia, antikoagulasi untuk meningkatkan aliran darah serebral, antifibrolitik digunakan secara hati-hati pada kasus perdarahan untuk mencegah lisis, hipertensi kronis memerlukan penanganan yang hati-hati agar tidak terjadi perluasan kerusakan jaringan, Vasodilatasi perifer untuk memperbaiki sirkulasi kolateral, fenitoin digunakan untuk mengontrol kejang, pelunak feses untuk mencegah klien mengedan selama proses defekasi, pemeriksaan laboratorium untuk memberikan informasi tentang keefektifan pengobatan.
  1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paralisis hipotonik, paralisis spastis.
Kriteria evaluasi: Tidak terdapat kontraktur, footdrop, integritas kulit elastis.
Intervensi atau tindakan.
a.       Ubah posisi minimal tiap 2 jam .
Rasional: Meminimalkan terjadinya iskemis jaringan.
b.      Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan membantu mencegah kontraktur.
c.       Sokong ekstremitas dalam posisi fungsional (gunakan papan kaki), gunakan penyangga lengan saat klien dalam posisi tegak (sesuai indikasi), evaluasi penggunaan alat bantu untuk pengaturan posisi.
Rasional: mencegah kontraktur atau footdrop, penggunaan penyangga dapat menurunkan risiko terjadinya subluksasio lengan.
d.      Tinggikan tangan dan kepala, berikan “hand roll” keras pada telapak tangan.
Rasional: meningkatkan aliran balik vena, mencegah terbentuknya edema.
e.       Anjurkan klien keluarga untuk berpartisipasi pada latihan rentang gerak dan merubah posisi.
Rasional: meningkatkan harapan pada perkembangan dan kemandirian
f.       Kolaborasi: Berikan tempat tidur khusus sesuai indikasi, konsultasikan latihan resistif dengan ahli fisioterapi. Berikan obat relaksan otot, anti sepasmodik sesuai indikasi.
Rasional: tempat tidur khusus membantu meningkatkan sirkulasi dan menurunkan terjadinya vena statis, latihan resistif  membantu menjaga keseimbangan dan koordinasi, obat anti spasmodik diperlukan untuk spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.
  1. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.
Kriteria evaluasi: masalah komunikasi klien dapat diatasi.
Intervensi atau tindakan.
a.       Kaji tipe atau derajat disfungsi, bedakan antara afasia dengan disartria, perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik, tunjukkan objek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda tersebut, anjurkan klien untuk mengucapkan kata sederhana seperti “Sh” atau “Pus”.
Rasional: membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pada proses komunikasi, umpan balik membantu klien mengklarifikasi makna yang terkandung dalam ucapannya.
b.      Minta klien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek , jika tidak dapat menulis anjurkan untuk membaca kalimat yang pendek.
Rasional: Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan membaca (aleksia).
c.       Berikan tanda pada tempat tidur klien tentang adanya gangguan bicara atau berikan bel khusus bila perlu.
Rasional: menghilangkan kecemasan klien sehubungan dengan ketidakmampuannya untuk berkomunikasi.
d.      Bicaralah pada klien dengan perlahan dan tenang, gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban ya atau tidak.
Rasional: Menurunkan kebingungan selama proses komunikasi.
e.       Anjurkan keluarga atau pengunjung mempertahankan komunikasi dengan klien, hindari pembicaraan yang merendahkan klien.
Rasional: Mengurangi isolasi klien dan menciptaka komunikasi yang efektif.
f.       Kolaborasi: konsultasi atau rujuk pada ahli terapi wicara.
Rasional: pengkajian kemampuan bicara, sensorik, motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kebutuhan terapi.
DAFTAR RUJUKAN
1.      Carpenito, L.J, (1999): Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan: Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Edisi 2, EGC, Jakarta, hal: 234-246.
2.      Brunner and Suddarth, (2001): Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 3, EGC, Jakarta, hal: 2131-2133, 2135-2137.
3.      Prince, S.A and Wilson, L.M, (1995): Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta, P:966-970.
4.      Luckmann and Sorensen’s, (1993): Medical-Surgical Nursing A Psychophysiologic Approach, 4th ed, W.B. Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania, P:706-711, 312-327, 714-723.
5.      Luckmann’s, (1996): Core Principles and Practice of Medical-Surgical Nursing, 1st ed, W.B. Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania, P:312-327.
6.      Hudak and Gallo, (1996): Keperawatan Kritis; Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta, hal: 252-267.
7.      Ignativicius,D.D, (1991): Medical-Surgical Nursing a Nursing Process Approach, W.B. Saunders Company, Phyladelphia, P: 876-881.
8.      LeMone,P. and Burke,K.M, (1996): Medical-Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Addison-WesleyNursing. A Division of the Benjamin/Cummings Publishing Company,Inc,P: 1725-1727.
9.      Nettina, S.M, (1996): The Lippincott Manual of Nursing Practice, 6th ed, Lippincott, New York, P: 378-380.
10.  Doenges, M.E., Moorhouse, M.F. and Geissler, A.C, (1993): Nursing Care Plans; Guidelines for Planning and Documenting patient Care. 3th ed, F.A. davis Company. Phyladelpia, P; 290-306.
11.  Doenges, M.E., Moorhouse, M.F. and Geissler, A.C, (1999): Rencana Asuhan Keperawatan; pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, EGC, Jakarta, P: 290-299.
12.  Doenges, M.E., Moorhouse, M.F. and Geissler, A.C, (2001): Rencana Asuhan Keperawatan; pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, EGC, Jakarta, P: 290-299.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar